Bersama Kita Membangun Bonapasogit

Kamis, 01 Mei 2008

Potret desa di Tapanuli Utara

Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara terletak di antara pegunungan dengan ketinggian 300M – 1500M. Daerah ini dikelilingi oleh bukit-bulit terjal, lembah-lembah pegunungan, sungai serta memiliki kawasan pantai perairan Danau Toba yang keindahan alamnya telah terkenal hingga pelosok dunia. Ibukota kabupaten, Tarutung terletak di suatu lembah yang luas dan indah disebut Rura Silindung (rura istilah batak ialah lembah…red). Lembah ini berada di antara pegunungan bukit Siatas Barita dan bukit Dolok Martimbang yang cukup terkenal. Keindahan kota Tarutung akan semakin unik jika dipandang dari atas bukit karena kota ini dibelah oleh dua sungai besar yaitu Aek Siageaon dan Aek Situmandi.

Kabupaten ini diapit oleh beberapa kabupaten di antaranya Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Humbang Hasudutan, Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Samosir. Tiga kabupaten terakhir merupakan pemekaran dari Kabupaten ini. Hampir seluruh jalan di daerah ini, baik jalan lintas propinsi, jalan lintas kabupaten maupun jalan antar kecamatan menuju dese serta jalan desa menuju desa kondisinya mendaki dan dan berliku-liku.

Karena berada di daerah pegunungan, alamnya sangatlah subur, komoditi pertanian dan perkebunan rakyat sangatlah bagus untuk dikembangkan. Seperti karet, kemenyan, kopi, coklat, salak, durian, nenas, kacang tanah, jagung serta tanaman palawija lainnya.

Luas Kabupaten Tapanuli Utara sekitar 3.793 KM2, terdiri dari tanah datar seluas 3,15 %, tanah landai 26,86%, miring 25,62% dan daerah terjal 44,35%. Kabupaten ini memiliki 15 daerah kecamatan 232 desa. Jumlah penduduk sekitar 261.873 jiwa. Dengan mata pencarian penduduk sebagian besar dari hasil pertanian dan perkebunan rakyat.

Pun memiliki potensi pertanian dan perkebunan, hal ini tidaklah ditunjang dengan infrastuktur umum seperti jalan yang memadai. Jalan-jalan antar kecamatan menuju sentra produksi susah untuk dicapai. Terlebih bila hujan turun, kenderaan tidak bisa mencapai lokasi untuk mengangkut hasil pertanian dan perkebunan. Karena lahan perkebunan 75% berada pada daerah perbukitan.

Kondisi ini dapat dibuktikan melalui data yang diperoleh dari Bapedda Tapanuli Utara, daerah ini hanya memiliki 103 desa yang tidak tertinggal atau zona aman. Sedangkan 106 desa masih masuk kategori desa tertinggal serta sebanyak 23 desa masuk dalam zona desa tertinggal dan terisolir. Layakkah kabupaten ini masuk dalam zona aman sebagai kabupaten yang tidak tertinggal di Indonesia? Dengan catatan point penilaian yaitu kemiskinan, pendidikan dasar, kesehatan serta keterjangkauan desa.

Justru dengan penilaian tersebut, banyak jalan-jalan menuju desa dan menuju areal pertanian dan perkebunan sebagian besarnya dibangun dengan swadana masyarakat. Dengan hasil, kondisi jalan masih tanah. Hanya sebagian kecil saja yang sudah dikeraskan dengan batu, itupun dengan sistim gotong royong oleh warga desa. Apabila musim hujan jalan tersebut sangatlah beresiko untuk dilalui oleh kendaraan.

Petani kebun karet di dusun Tarhonas, Desa Siantar Naipospos Kecamatan Adian Koting sangat mengeluhkan sarana infrastuktur jalan menuju dusunnya. Horas Situmeang, meneteskan air mata ketika menjelaskan kondisi desa dan dusun mereka.

"Untuk menjual hasil kebun kami harus berjalan selama enam jam, bila hukan turun waktu akan bertambah karena jalan menjadi licin. Agar cepat sampai ke pasar kami harus keluar dari rumah pukul tiga pagi sambil melewati hutan," ujarnya sedih

Desa tempat tinggal bapak ini salah satu dari 23 desa yang tertinggal dan terisolir. Untuk menuju desa ini, dari desa terdekat yaitu desa Parsikkaman masyarakat harus berjalan kaki sejauh 30 KM dengan lama perjalanan sekitar enam hingga tujuh jam. Alternatif jalan lain adalah dari desa Kolang Kabupaten Tapanuli Tengah dengan jarak sejauh 15 KM, lama perjalanan sekitar tiga sampai empat jam. Jalan dari desa Kolang ini adalah jalan bekas peninggalan Kolonial Belanda ketika membuka areal perkebunan karet.

Jalan menuju desa ini tidak dapat dilalui oleh kenderaan roda empat. Untuk roda duapun, pengendera harus berhati-hati, karena kondisi jalan masih dari tanah. Serta sisi jalan terdapat jurang atau lembah yang dalam. Karena curah hujan di daerah ini lumayan tinggi, mengakibatkan jalan selalu menjadi becek dan berlumpur. Angkutan alternative untuk mengangkut hasil pertanian dan perkebunan dengan menggunakan kuda Boban (istilah batak, kuda beban…red). Kuda ini tidak begitu tinggi. Mirip seperti kuda poni yang kecil.

Hal yang sama juga dialami oleh warga Desa Tumus dan Desa Hajoran kecamatan Parmonangan. R boru Siregar, istri mantan camat daerah tersebut menceritakan, kedua desa tersebut sangatlah terisolir dari induk kecamatan. Untuk menjangkau kedua desa tersebut kita harus berjalan sejauh 50KM dengan berjalan kaki selama 8 jam, dari desa pertama yaitu desa Simarsaloan. Kondisi jalan menuju daerah ini parah. Dari desa Simarsaloan menuju desa Tumus tidak dapat dilalui oleh kenderaan apapun. Sebab kita harus berjalan melalui jalan setapak serta melewati hutan dan perkebunan rakyat. Dari desa Tumus menuju Desa Hajoran kondisi jalan mulai membaik walau masih berupa jalan tanah. Jalan alternatif menuju desa Hajoran ini juga bisa dicapai dari desa Kolang Kabupaten Tapanuli Tengah. Jarak tempuh sekitar 15 KM, berjalan kaki hamper 3 jam. Penduduk disekitar desa ini mencapai hamper seribu kepala keluarga.

Ketiga desa tersebut memiliki potensi pertanian dan perkebunan yang baik. Komoditas hasil perkebunan terbesar adalah karet dan kemenyan. Selebihnya kopi, coklat serta durian.

Desa Tarhonas memiliki areal perkebunan karet seluas lebih dari 250Ha dari luas areal kebun karet 2.723Ha yang dimiliki kecamatan Adian Koting. Dengan produksi rata-rata 607 kg/Ha setiap bulannya. Untuk kemenyan sekitar 200Ha dari 2688Ha yang dimiliki kecamatan. Produksi rata-rata 251kg/Ha setiapa panennya. Untuk kemenyan panen hanya dapat dihasilkan 3-4 kali dalam setahun.

Desa Hajoran memiliki areal perkebunan karet seluas 200Ha dari luas 2525Ha yang dimiliki kecamatan Parmonangan, Hasil produksi rata-rata 670Kg/Ha setiap bulannya. Untuk Kemenyan areal perkebunan seluas 210Ha dari luas 1540Ha yang dimiliki kecamatan. Produksi rata-rata 256Kg/Ha setiap kali panen.

Karena tidak adanya sarana transportasi dikedua desa tersebut, masyarakat desa menggunakan Kuda boban untuk mengangkut hasil produksi ke pasar. Ongkos yang harus dikeluarkan sebesar Rp. 500/Kg. Sementara satu kuda hanya mampu membawa beban seberat maksimal 200kg. itupun masing-masing desa hanya memiliki 4 ekor kuda boban saja. Jadi sebagian masyarakat harus memikul sendiri untuk dapat dibawa dan dijual ke pasar. Karena jarak ke pasar kecamatannya sendiri lebih jauh, masyarakat lebih memilih menjual hasil pertanian dan perkebunannya ke desa Kolang kabupaten Tapanuli Tengah. Karena di desa inilah yang terdekat. Pun, harus memikul beban seberat 150 – 200 Kg.

Sungguh menyedihkan, masyarakat terdaftar sebagai penduduk kabupaten Tapanuli Utara harus melakukan transaksi perdagangan ke kabupaten Tapanuli Tengah, hanya karena tidak memiliki infrastuktur jalan yang baik. Harga komoditi karet dikedua daerah ini mencapai Rp. 7500/kg. sedangkan kemenyan mencapai Rp. 50.000,- sampai Rp. 60.000,-/Kg. Transaksi perdagangan terjadi sekali seminggu. Berapa uang yang keluar dari Tapanuli Utara setiap tahunnya?

Kedua desa tersebut juga belum menikmati penerangan listrik. Untuk penerangan, beberapa masyarakat menggunakan genset, sebagian menggunakan baterai mobil, lampu petromak serta obor yang terbuat dari botol bekas. Tetapi kalau diberi satu pilihan, masyarakat dikedua desa tersebut lebih memilih pembangunan infrastuktur jalan menuju desa mereka.

Saul Situmorang MSi, Kepala Bapedda Tapanuli Utara menyatakan, daerahnya memang sangat membutuhkan dana pembangunan infrastuktur jalan. Saul juga membenarkan kondisi di kedua daerah tersebut, bahkan masih ada beberapa daerah lagi yang memiliki kasus yang sama, seperti desa Muara Tolang kecamatan Simangumban. “begitulah fotret desa tertinggal dan terisolir di kabupaten Tapanuli Utara”, jelasnya.

Diharapkan infrastruktur jalan menuju ke 23 desa terisolir di Taput secepatnya tuntas. Selama tiga tahun terakhir ini Pemkab telah memprioritaskan pembangunan/pembukaan jalan ke desa desa yang masih tertinggal dan terisolir. Sebahagian besar Dana Program PKPS BBM Infrastrukrur Pedesaan (IP) dan Alokasi Dana Desa (ADD) 2006 jumlahnya lebih besar dialokasikan ke wilayah tersebut. Untuk tahun 2007 pemkab mengalokasikan dana mencapai hampir 55% yaitu 2,5 miliar dari total anggaran 4.4 miliar.

"Jangan bicara soal peningkatan perekonomian rakyat jika jalan tidak beres.Ke-23 desa tersebut sangat membutuhkan infrastruktur jalan agar mereka dapat keluar dari kemiskian dan mengingat, potensi SDA yang dimiliki dapat diandalkan. Walaupun ada desa hanya dihuni sedikit penduduk akan tetapi, melihat potensi pertanian dan perkebunan yang dihasilkan tetap menjadi prioritas," kata Saul.

”Sudah komitmen awal dari Bupati Torang Lumban Tobing, untuk membebaskan seluruh desa dari ketertinggalan dan keterisoliran. Keberpihakan itu dibuktikan dengan pengalokasian ADD lebih besar kepada desa yang masuk zona tertinggal dan terisolir . Hubungan lain, pertumbuhan ekonomi Taput dipicu dari sektor pertanian," jelasnya. Mudah-mudahan tahun ke depan alokasi dana dapat kita tingkatkan untuk pembangunan jalan di 23 desa tersebut, sebab pembangunan jalan di daerah tersebut tidak akan selesai tiga sampai
lima tahun lagi. Saya setuju dengan permintaan masyarakat di desa tersebut lebih diprioritaskan pada pembangunan jalan," tegas Saul Situmorang kepada tim reportase.

Seingat bapak Horas Naipospos, jalan menuju desanya baru sekali mendapat bantuan yaitu pembukaan jalan dengan menggunakan alat berat. Itupun ketika Bupati Tapanuli Utara Torang Lumban Tobing melakukan kunjungan kerja ke desa mereka. Ia mengharapkan dengan kunjungan bupati tersebut akses jalan menuju desa mereka mendapat perhatian serius dari pemerintah..

2 Komentar:

Blogger Buha mengatakan...

lae tulus
Desa tertinggal yg lae sebutkan, sampai saat ini apakah msh tertinggal?
Kalau kategori tertinggal itu apa maksudnya ya...
Kami pernah jalan ke 22 desa tertinggal thn 2007 yang lalu.
DI dairi/karo/Tobasa dan samosir
Kami bawa bahan2 sekolah dan didampingi kades dan bpk2 dari kantor dinas.

Juga di bbrp desa di samosir kami bawa solar panel utk penerangan di sekolah.
Tapi sehabis itu hilang kontak sampai saat itu.

Horas
Karena hilang kontak

22 Januari 2012 pukul 00.05

 
Blogger Buha mengatakan...

sori tadi salah posting di berita lain.

22 Januari 2012 pukul 00.06

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda